Halo.
Selamat sore.
Setelah sekian lama aku tidak membuka akun
blog-ku, akhirnya sekarang aku berniat untuk memposting sesuatu.
Hari ini tanggal 3 maret tepat ketika
aku sedang duduk menulis di blog kesayanganku ini ditemani musik kesukaanku dan
secangkir teh yang melengkapi soreku, lagi-lagi aku bercerita tentang
dia. Entah kapan akan ku posting cerita ini, namun ku ketik saja-lah.
Laki-laki dengan senyuman bodoh yang
berhasil menarik seluruh perhatianku selama 4 tahun belakangan ini. Entah dia
terlalu pintar dalam mengambil hati, atau aku yang terlalu bodoh dalam urusan
cinta, yang jelas, aku mencintainya, sangat. Dan ini sangat menyiksa. Tentu
saja ini sangat menyiksa karena pada kenyataanya perasaanku terlalu besar sehingga menyiksanya. Aku ingin dia tau bahwa aku wanita yang sangat bodoh sudah
membuang-buang waktunya selama 4 tahun hanya untuk berharap dia juga memiliki
perasaan yang sama padaku. Singkatnya, aku jatuh cinta dalam diam.
Aku masih belum tidur
meskipun tubuhku lelah. Dan, aku masih di depan laptopku, mendengarkan
suara jam dinding yang makin lama membuat kamarku makin sunyi.
Hidupku semakin sunyi, apalagi semenjak kamu pergi. Sebenarnya kamu tidak
pergi, tetapi kamu akan pergi. Ya, aku tau pasti, saat itu akan datang.
Aku egois karena aku
tidak ingin kamu pergi, dan kamu sangat egois dengan berkata suatu saat kamu
bakal pergi. Kita berdua pasangan yang sama sama egois.
Mungkin, kamu tidak akan
membaca tulisan ini, tapi Vanny-mu akan selalu menulis tentangmu, meskipun aku
pun tahu-- kamu tidak akan pernah tahu. Kamu tidak akan pernah tahu betapa
tersiksanya hari-hariku tanpa mengetahui kabar darimu nanti. Kamu tidak akan
mengerti betapa dadaku sesak setiap memikirkanmu. Kamu tidak akan pernah
menyadari betapa rindu di dadaku layaknya kelinci nakal yang memaksa keluar
kandang meskipun tahu bahwa dunia luar sungguhlah tidak aman untuk sang
kelinci, meskipun aku tahu duniamu bukanlah dunia yang aman untukku.
Kamu tidak akan pernah
tau. Tentu saja. Kamu tidak perasa.
Entahlah, mungkin memang
kamu diciptakan untuk tetap tinggal, meskipun sebenarnya kebersamaan aku dan
kamu tak lagi ada. Salahkan aku jika ini berlebihan, tapi aku tidak bisa
menahan diri untuk tidak tertarik padamu. Pertama kali melihat mu, melihat
polah tingkahmu, mendengar suaramu, melirik senyummu, dan membaca semua chat
kita-- sungguh aku tak bisa menahan diri untuk tidak mencintaimu. Meskipun aku
tahu mencintaimu adalah awal tragedi buatku, karena aku pasti harus cemburu
pada siapapun yang di dekatmu, aku harus makan hati karena chat-ku tidak
dibalas berkali-kali, dan aku harus berusaha sekuat mungkin untuk
mempertahankanmu. Ya, perjuanganku untuk mencintaimu memang sangat berat,
bahkan aku sudah kehilanganmu bahkan perhatianmu saja teralihkan oleh perempuan
lain. Aku tidak
menyalahkanmu, tentu saja. Aku yang salah. Dalam hubungan ini aku yang harusnya
mengalah. Aku selalu menuntut hal-hal yang membuat kamu melakukan segalanya
untukku. Katakanlah aku jahat, karena aku memang jahat, aku menginginkanmu,
semua yang ada pada dirimu.
Tulisan ini sungguh
sangat tidak penting, hanya berisi tangis seorang gadis diawal umur 20an yang
meminta kepastian. Lalu, apa artinya chat kita hingga larut malam yang bisa
membuatku tertawa tak henti itu? Lalu, apa maksudnya kata-kata lembutmu yang
bisa menyihirku dalam asa semua? Lalu, apa tujuan dari semua ketika aku mulai
jatuh cinta lalu kau pergi seenaknya nanti? Nah, jika kamu membaca ini, tentu
kamu akan balik bertanya, "Memangnya kamu siapa?" Aku jelas bukan
siapa-siapa dan mungkin aku hanyalah perempuan bodoh yang terlalu menggunakan
perasaan, yang tak berpikir bahwa berlian sepertimu tak mungkin jatuh cinta
pada tanah liat sepertiku. Seharusnya, aku memang sadar diri, sejak awal
percakapan kita itu, aku semestinya tak perlu berharap lebih.
Aku perasa. Tentu saja.
Karena ini membuatmu terlihat berdosa.
Aku pun ingin berpikir
logis, aku pun ingin menggunakan logikaku, dan aku pun ingin tidak sepeka pria,
karena menjadi perempuan peka sungguhlah melelahkan. Aku pun ingin tak berharap
lebih, tapi aku sudah mencintaimu, dan bagaimana caranya mengantisipasi semua
luka jika kamu tidak akan pernah kembali lagi untuk sekadar mengobati perihku?
Aku pun ingin melupakanmu, tentu saja, tapi saat tahu bahwa bersamamu
sungguhlah menyenangkan, rasanya sangat sulit untuk melupakanmu hanya dalam
hitungan hari. Aku pun ingin menjauh dari semua bayangmu, tapi diriku selalu
menginginkanmu, mataku hanya mau membaca semua chat darimu, dan hatiku hanya menuju
padamu.
Aku sungguh jatuh cinta
padamu dan rasanya sangat sulit menerima kenyataan bahwa nantinya kita tidak
lagi bercakap-cakap sesering dulu lagi. Dalam kesibukanmu, aku selalu menatap
ponselku. Setiap ada pemberitahuan masuk, aku berharap itu kamu. Setiap
ponselku berdering, aku berharap itu kamu. Setiap sebuah chat masuk, aku berharap
itu kamu. Setiap layar ponseku menyala, aku berharap itu kamu. Setiap ponselku
berbunyi, aku berharap itu kamu.
Sekarang, aku terbaring
lemah di ranjangku, dan hanya bisa membaca ulang percakapan kita beberapa hari
yang lalu. Mungkin, kamu tidak akan pernah tahu, di tengah kelelahanku
sebenarnya aku masih membutuhkanmu. Kalau boleh jujur, aku sangat ingin
ditenangkan oleh percakapan kita seperti beberapa hari yang lalu.
Kamu tidak akan pernah
tahu ini semua dan tidak akan pernah tahu betapa aku lemas melihat salah satu
foto Instagram- temanmu dengan mu. Uh, iya, aku tahu, Vanny-mu ini terlalu
sering pakai perasaan. Aku paham bahwa aku bukan tipemu, astaga perempuan
sepertiku yang gampang nangis ini tidak akan pernah cocok bersanding dengan
pria sekuat kamu. Tidak akan pernah dan aku sangat sadar soal itu. Apalagi
berhak cemburu? Aku tahu, aku tidak punya hak, tidak punya wewenang untuk
mengaturmu berfoto dengan siapapun. Yang aku tahu, aku mencintaimu, dan biarlah
ini menjadi rahasiaku, dan biarlah ini menjadi perasaan yang selamanya
(mungkin) tidak akan pernah kautahu. Biarlah, aku tidak menuntutm untuk
mencintaiku, kok.
Maafkan jika ini terasa
berlebihan. Aku tidak peduli jika kamu menganggapku berdrama. Aku juga tidak
peduli jika kamu menganggapku terlalu berlebihan. Aku tidak peduli jika kamu
memilih menjauh setelah tahu bahwa aku cuma gadis bodoh yang selalu melibatkan
perasaan dalam setiap peristiwa yang aku alami. Aku tidak peduli jika hilangnya
percakapan kita sebagai akibat bahwa kamu hanya ingin kita berteman biasa.
Mungkin, aku terlihat makin menyebalkan dengan sikapku yang berlebihan. Tapi,
percayalah, sekarang aku dalam keadaan mulai mencintaimu, dan menerima
kenyataan bahwa kita tak lagi sedekat dulu nantinya; cukup membuatku sekarat
karena memikirkanmu. Dengarlah, bersamamu pun sudah cukup membuatku merasa ada,
maka mengapa aku harus menuntutmu menjadi milikku seutuhnya? Aku sadar dan tahu
diri kok.
Aku ingin kita berhenti
saja sampai sini. Menghentikan semua drama yang melelahkan ini. Aku terlalu
lelah menunggu, terlalu sabar menanti, dan terlalu sakit untuk diajak berjalan
lagi. Aku ingin kita bertemu di satu titik, titik yang membuat memacu kita
untuk berlari makin cepat, agar semua ini tidak akan pernah berubah jadi
terlambat. Aku selalu sadar akan satu hal, mungkin kamu hanya bagian terindah
dari masa putih abu-ku, dan aku akan menjadi masa terburu dari masa putih
abumu.
Ya ya perasaan berlebihan
ini pasti mengganggumu, tentu saja. Tapi tenanglah ini tidak akan berlangsung
lama kok. Seperti yang sudah kamu ketahui aku sedang berusaha menghilangkan
perasaanku terhadapmu, walaupun sulit aku akan selalu berusaha, aku ingin
melihatmu bahagia tanpa merasa tersiksa dengan perasaanku.
Silahkan jika kamu ingin
pergi;aku tidak mampu lagi untuk menahanmu. Silahkan jika kamu mencintai gadis
lain selain diriku;karena mereka memang pantas bersanding denganmu. Silahkan
lakukan apa yang ingin kau lakukan, bukannya aku tidak peduli lagi. Aku hanya
ingin kamu bahagia, tanpa ada kehadiranku yang mengusik kebahagiaanmu. Aku akan
pergi, jika kamu minta.
Dan aku juga tidak akan
menyalahkanmu jika setelah ini, kamu akan membenciku dan bahkan meninggalkanku.
Silahkan saja. Kamu tidak perlu tau seperti apa aku
nantinya tanpamu, yang harus kamu lakukan adalah jangan kembali lagi, jika
akhirnya akan pergi.